BANDARLAMPUNG ( Journal Sumatera ) Sengketa tanam tumbuh di lahan 26 Ha di Way Kanan ternyata belum banyak perhatian pemerintah. Dari perebutan lahan, pengrusakan hingga status lahan yang makin jelas siapa pemiliknya, jalan bak kura-kura, meski sudah berjalan 4-5 tahun.
Demikian disampaikan Advokat dari YLBH 98 menyambangi kantor Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Lampung di Jalan Emir M. Nur Gang Karya Muda III Telukbetung Selatan, Bandarlampung. Senin (15/5) kemarin.
Akibatnya, 22 petani yang makin susah. Sementara PT Pemuka Sakti Manis Indah (PT PSMI) terus mereguk manisnya tebu-tebu yang mereka tanam. Dan hari ini, dikabarkan masyarakat perusahaan tersebut sedang musim panen/bakar.
Andre, salah seorang petinggi PSMI dihubungi guna meminta kejelasan soal sengkarut tanah rakyat ini, masih bergeming. Belum diketahui secara pasti maksud dan tujuannya guna lebih menjelaskan situasi yang hari ini terjadi.
Dalam diskusi yang berlangsung kemarin, terkuak Mahkamah Agung (MA) memenangkan petani sebagai pemilik lahan. Diharap, dengan keputusan tersebut PT PSMI bisa mengambil langkah konkrit guna menyelamatkan nasib 22 petani ini.
Seperti diberptakan kemarin, dua orang Advokat Perwakilan YLBH 98 Rully Satria Hartas SH MH bersama M. Rama Andika Sasmita SH., yang disambut langsung oleh ketua JMSI Provinsi Lampung Ahmad Novriwan didampingi pengurus inti menyampaikan bahwa pihaknya menyesalkan peristiwa dugaan tindak pidana pengrusakan tanam tumbuh milik 22 Petani Kampung Negara Mulya Kecamatan Negara Batin Kabupaten Way Kanan terjadi pada tanggal 01 Agustus 2019 yang diduga dilakukan oleh DAI salah satu anggota DPRD Way Kanan dari Fraksi Hanura.
“Kemudian Para Petani didampingi Advokat dari YLBH 98 melaporkan peristiwa tersebut ke Polres Way Kanan dengan Laporan Polisi Nomor STTPL/B-580/VIII/2019/POLDA LAMPUNG/SPKT RES WAY KANAN, tertanggal 20 Agustus 2019,” kata Rully Satria Hartas.
Dalam perjalanannya, tambah Rully, laporan polisi tersebut kemudian diambil oleh Polda Lampung dalam proses Penegakan Hukumnya. Tentu hal tersebut menjadi angin segar dan harapan baru bagi Para Petani yang selalu berharap akan keadilan hukum.
“Namun pada faktanya, belum ada ttik terang penyelesaian kasus yang menimpa 22 petani ini,” ujarnya.
Hal tersebut diperparah lagi dengan meninggalnya beberapa petani yang selalu senatiasa menunggu keadilan. Salah satunya (alm) nenek Rohaya.
“Beliau meninggal 2022 lalu, dan Alm Rohaya sampi akhir hayatnya menjadi tidak jelas alias kabur atas kepemilikan lahan yang kini di ambil alias dirampas,” ulasnya.
“Hingga hari ini para petani sudah lelah menunggu dari hari ke hari, bulan ke bulan hingga tahun berganti penyelesaian perkara ini tak kunjung berakhir,” pungkasnya.##
ke tahun yang masih juga belum menerima keadilan di Negeri ini,” pungkasnya.
Sementara, Doni Ahmad Ira selaku pengelola lahan saat dihubungi media ini mengatakan bahwa pihaknya juga sedang menunggu kepastian hukum dari Polda Lampung.
“Saya hanya diberikan kuasa pengelolaan lahan oleh Sahlan, Maji, Wahyu dan Medi. Saat ini saya juga ingin tahu apakah tanam tumbuh yang dikuasakan ke saya ada masalah hukum atau tidak,” kata Doni via sambungan WhatsApp. Senin (15/5).
Sementara itu Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Lampung, Kombes Reynold Elisa Hutagalung hingga berita ini ditayangkan belum memberikan tanggapan. (*)