CATATAN KAKI PAK HO*
Belasan mobil ambulan parkir berbaris di pusat ikon Kota Bandarlampung: Tugu Adipura atau Tugu Gajah di Enggal. Sejak wali kota sebelumnya, mobil ambulan tersebut “stand by” 24 jam di situ.
Mobil ambulan tersebut milik Pemkot Bandarlampung, ada juga dua mobil berstiker partai yang tentunya hanya milik partai penguasa. Mobil partai lain tak ada yang ikut mejeng, walau mereka juga punya, tak tahu kenapa.
Karena setiap hari lewat, lama-lama kepikiran juga, apa maksudnya belasan mobil ambulan tersebut mejeng di pusat ikon Kota Bandarlampung? Saya coba nebak-nebak saja, namanya juga catatan kaki rakyat jelata.
Ada dua yang terlintas dalam pikiran saya setiap melihat berjajarannya mobil ambulan yang diberi tagline gratis tersebut di putaran Tugu Adipura:
1. Banyaknya mobil ambulan berbaris rapih menghadap ke jalan tersebut merupakan bentuk kepedulian nyata pemerintah dan partai anu terhadap kesehatan masyarakat.
2. Banyaknya mobil ambulan berbaris rapih dengan menghadap ke jalan tersebut terkesan kota ini selalu Siaga Wabah. Padahal, wadah terdahsyat baru saja berlalu, yakni Covid-19.
Pertanyaanya kemudian, jika memang peduli dengan masyarakat, kenapa tidak sekalian mobil blanwir (brandweer) dibarisin juga biar siaga peduli kebakaran, bisa cepat sampai ke TKP memadamkan kebakaran.
Sayang sebetulnya, belasan mobil ambulan tersebut kena hujan dan panas. Belum lagi jadi seolah-olah masyarakat kota ini sakit -sakitan atau kesannya sedang ada wabah sehingga belasan ambulan harus “ngejonggrok” di Tugu Adipura.
Walau ada anggaran pemeliharaan dan diberi label gratis, dana pemeliharaan dan operasionalnya tetap saja dari kantong APBD, uang rakyat juga, tak ada yang gratis. Mereka yang pinjam juga biasanya pengertian menghargai awak ambulan.
Di posnya, simpang Jl. A Yani, depan Tugu Adipura, mobil-mobil itu bisa diparkirkan, tak perlu pula semua dipejeng seperti “pencitraan” dengan label peduli kesehatan rakyat. Tak tahunya, mungkin, ada warga yang beranggapan malah “merusak” pemandangan kawasan ikon Kota Bandarlampung.
Ya sudah tak usah panjang-panjang tulisannya, namanya juga catatan kaki, diperhatikan terima kasih, dicuekin ya “ra popo”, kata kawan saya, Pak De: “Sekarepe dewelah mau cinta atau pencintraan”. Tabik puuun. (Pak Ho)