ADZAN subuh berkumandang. Tubuh terasa enggan bergerak bangun. Hawa dingin masih terasa. Semalaman bumi diguyur hujan. Kini sisa rintik-rintik.
Berselang detik, menit dan jam, mentari mulai tampak. Malu-malu cahaya jingga memancar. Inilah mentari pagi 2024, Senin, 1 Januari.
Suara kendaraan menderu. Ada yang pulang dari bergadang di rumah sakit. Ada yang pulang berdagang. Ada pula yang baru terbangun. Ada yang hendak membuka warung kelontongan.
Aku menyisiri Jalan Cendana, Tanjung Senang, Kota Bandar Lampung. Tempat ku tinggal sejak 19 tahun lalu, tepatnya Agustus 2005. Ada ibu muda mendorong kereta bayi. Menyisiri Lingkungan II, yang hanya berjumlah delapan rukun tetanga (RT).
Sepanjang jalan cendana, baru dua kios buka. Aku mampir di kios RT 07. Incarannya apalagi, kalau bukan sebungkus rokok. Setelah kudapat, berbalik pulang ke rumah. Ibu muda yang mendorong kereta bayi tadi melintas hendak ke ujung gang. Melihat sawah yang baru ditanami padi. “Pak,” terucap dia menyapa. Kubalas dengan senyuman.
Aku duduk di bawah pohon mangga. Ditemani kopi dan marning pedas manis. Makanan kering dari jagung. Crek..crek…! Bunyi suara korek api. Aku hidupkan mancis membakar ujung rokok kretek. Asap mengepul. Lalu ku sambar cangkir kopi. Sruuup…! Aku menyeruput. Ku isap rokok lagi.
Pagi ini lengang sekali.Tak ada tanda-tanda kesibukan tetangga kiri dan depan rumah. Aku ke samping kanan rumah. Ku nyalakan api membakar sampah basah. Asap membubung. Aku duduk lagi di kursi bawah pohon mangga.
Waktu terus berlalu. Sama seperti setahun lalu, 2023. Begitu singkat rasanya. Seperti baru kemarin saja. Tapi ada banyak cerita di waktu singkat itu. Ada suka duka. Ada kesenangan dan cobaan. Semua kita mengalami. Dari semua itu, ada rahasia dan tentunya rahmat dari Sang Pencipta Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa atas segalanya. Jikalau lah apa yang kita inginkan tak tercapai, jangan berputus asa. Allah pasti memberi yang terbaik. Tidak tahun lalu, mungkin tahun ini. Yakinlah!
Cerita lain, ada kebijakan populis. Pendekatan kepentingan rakyat. Persoalannya, rakyat yang mana. Kelompok dan golongannya atau rakyat seutuhnya. Tak heran, ada pertentangan. Ada sentimen. Ah…biar lah. Yang penting rakyat masih dapat bantuan. Ada jaminan sosial. Jaminan kesehatan. Bahkan, kredit usaha rakyat (KUR).
Terpenting, anak-anak bangsa masih bisa sekolah. Eiiit…tunggu dulu. Kan masih dikenakan uang komite. Loh…loh…uang komite itu sebagai subsidi silang. Menyiasati sekolah untuk tidak ambil pungutan dari anak didik tidak mampu. Namun, faktanya ada protes sana sini. Faktanya ada ijazah tertahan. Faktanya ada jeritan seorang ibu viral di media sosial: cuma ingin anaknya sekolah. Haruskah ambil langkah pahit. Putus sekolah. Jangan demikian. Idealnya, pemerintah hadir untuk rakyat. Mengatasinya. Harus ada solusi.
Cerita lain, pesta demokrasi. Serentak. Pemilihan Legislatif dan Presiden. Tahapan sudah dimulai sejak 2023. Komisi Pemilihan Umum (KPU), sebagai penyelenggara sudah mendata pemilih. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) punya temuan-temuan. Disampaikan. Dibahas. Kesalahan-kesalahan diperbaiki. Alhasil, sudah ke luar DPT (Daftar Pemilih Tetap). Namun, ada saja calon pemilih komplain. Namanya tak terdata. Tak ada dalam list pemilih di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Ketua RT atau pamong paling pusing. Meladeni komplain dan sikap sinis warganya.
Lalu, calon legiaslatif. Partai politik andalkan kader, ketokohan, dan keterwakilan perempuan. Yang punya basis kader dan simpatisan mengakar tidak ruwed. Tinggal melengkapi ketokohan. Disinilah akhirnya muncul calon ganda. Ternyata, diusulkan juga oleh partai lainnya. Syukur selesai juga. Calon legislatif sudah ditetapkan. Sudah ada nomor urut.
Demikian juga calon presiden dan wakil presiden. Dramanya mengalahkan drakor (drama korea) atau bollywood, yang digandrungi emak-enam dan remaja. Ada yang singut. Sindir menyindir. Ada pula kebijakan yang ditentang.
Hangatnya pencapresan melebihi ayam mengeram telur. Yang tidak menetas biasanya busuk. Baunya tak mengenakkan. Menciumnya, mual. Bahkan, ingin muntah. Tetap ada yang kurang puas. Berupaya mengganjal. Tapi, akhirnya KPU menetapkan nomor urut calon presiden dan wakilnya.
Kini memasuki tahap kampaye. Calon legislatif serta calon presiden dan wakilnya, tebar pesona. Tebar janji. Bahkan, tebar fulus. Masa-masa itu akan berlangsung hingga minggu tenang sebelum pencoblosan pada 14 Februari 2024.
Kita sebagai rakyat punya kesempatan mengevaluasi. Instropeksi diri sebagaimana kala bertambah usia atau pengantian tahun. Apa yang terbaik: yang kita inginkan dan kita lakukan. Hanya insan bodoh melakukan kesalahan yang sama.
Ayo menata diri, lingkungan, dan negara. Jangan terbuai. Bangsa ini bisa ke arah yang lebih baik. Persoalannya, kita mau tidak memberi yang terbaik. Itu saja.***