BANDA ACEH – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) turun langsung ke daerah untuk melakukan monitoring evaluasi (monev) dan asistensi percepatan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), serta penanganan inflasi di daerah. Kali ini Kemendagri menurunkan tim ke Provinsi Aceh dengan menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) bersama pemerintah daerah setempat, serta jajaran pemerintah kabupaten/kota se-Aceh. Upaya ini untuk mendorong percepatan realisasi APBD, penanganan inflasi, memacu penggunaan produk dalam negeri, serta menyosialisasikan Permendagri terkait pedoman penyusunan APBD 2023. Rapat tersebut berlangsung di Hotel Grand Nanggroe Aceh.
Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kemendagri Agus Fatoni menjelaskan, rakor tersebut penting digelar untuk mendorong percepatan penyerapan APBD. Selain itu, juga untuk memastikan ketersediaan anggaran yang cukup dalam mengendalikan inflasi di daerah, khususnya daerah yang realisasi APBD-nya masih rendah.
Dalam kesempatan itu, Fatoni membeberkan realisasi APBD Provinsi Aceh dan Kabupaten/Kota se-Provinsi Aceh hingga akhir September 2022. Menurutnya, realisasi pendapatan Provinsi Aceh dan Kabupaten/Kota se-Provinsi Aceh pada akhir September 2022 yakni sebesar Rp28.828,46 miliar atau 69,95 persen.
“Sementara untuk Kabupaten Aceh Jaya menjadi daerah realisasi pendapatan tertinggi dengan persentase sebesar 77,57 persen. Sedangkan Kota Subulussalam menjadi daerah realisasi pendapatan terkecil dengan persentase sebesar 54,83 persen. Berikutnya, realisasi belanja Pemerintah Aceh dan Kabupaten/Kota se-Aceh pada akhir September 2022 sebesar 27.092,11 miliar rupiah atau sebesar 60,39 persen. Sementara Kabupaten Aceh Utara menjadi daerah realisasi belanja tertinggi dengan persentase sebesar 70,78 persen, sedangkan Kota Sabang menjadi daerah realisasi belanja terendah dengan persentase sebesar 52,79 persen,” tutur Fatoni.
Oleh karenanya, Fatoni menekankan agar pemerintah daerah (Pemda) mengoptimalkan capaian target belanja APBD TA 2022 dan segera melakukan percepatan dengan berbagai strategi. “Lakukan rapat-rapat koordinasi setiap minggu, pastikan semua kegiatan dapat terbayarkan sesuai kemajuan fisik sekaligus lakukan monitoring dan evaluasi diseluruh unit kerja mengingat Tahun Anggaran 2022 sebentar lagi selesai,” jelas Fatoni.
Fatoni kembali mengingatkan pentingnya penggunaan produk dalam negeri (P3DN) dalam pengadaan barang/jasa di Pemda. “Karena itu, kabupaten/kota dapat memaksimalkan penggunaan produk dalam negeri minimal 40 persen, dan menjadi salah satu syarat dalam evaluasi APBD,” ujar Fatoni.
Sementara, terkait dengan penanganan inflasi, Fatoni menegaskan, daerah perlu melakukan langkah-langkah penanganan dan penganggaran dalam APBD. Paling tidak ada 10 langkah yang bisa diupayakan Pemda. “Inflasi harus ditangani bersama-sama, menjadi kunci utama dan fokus utama semua OPD sesuai dengan bidang masing-masing. Kemudian perlu dilakukan komunikasi publik, diberikan penjelasan kepada masyarakat,” ungkap Fatoni.
Fatoni menekankan dalam pengendalian inflasi Pemda harus mengaktifkan Tim Pengendalian Inflasi Faerah (TPID) pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota. “Daerah juga harus mengaktifkan TPID dan Satgas Pangan, memberikan subsidi tepat sasaran, mengoptimalkan bantalan sosial dari berbagai sumber, gerakan hemat energi dan melakukan gerakan tanaman pangan di pekarangan dan halaman rumah masing-masing,” tandas Fatoni.
Sebagai informasi, hadir secara langsung pada Rakor tersebut Pelaksana harian (Plh.) Direktur Perencanaan Anggaran Ditjen Bina Keuda Kemendagri dan tim teknis Ditjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri. Sementara dari Pemerintah Aceh, hadir secara langsung antara lain, Sekretaris Daerah Aceh, Kepala Badan BPKA, Inspektur Aceh, Sekretaris Badan BPKA dan Bappeda Aceh, Kabid dilingkungan BPKA dan Kepala OPD terkait. Hadir pula Bupati/Wali Kota di lingkup Pemerintah Aceh, Inspektur Daerah, serta para Kepala BPKA. (*)