Lampung Raya

Anggaran Bandwidth Unila Tembus Rp5,6 Miliar, Layanan di Keluhkan Tidak Optimal

Bandar Lampung (journalsumatera.com) Universitas Lampung (Unila) kini menjadi sorotan publik terkait alokasi anggaran fantastis untuk langganan bandwidth I dan II pada Tahun 2025.

Berdasarkan data yang dihimpun dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Senin (14/04/1025), Unila menganggarkan Rp5,6 miliar untuk dua paket langganan bandwidth, masing-masing senilai Rp2,8 miliar.

Pengadaan ini tercatat dalam Rencana Umum Pengadaan (RUP) dengan kode 56237715 dan 56237716, serta dijadwalkan pelaksanaannya pada Januari 2025. Seluruh pengadaan dilakukan melalui mekanisme e-purchasing dan didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Hal serupa juga terjadi pada tahun 2024, di mana Unila kembali menganggarkan Rp5,6 miliar untuk dua paket langganan bandwidth yang tercatat dalam RUP dengan kode 48027566 dan 48027567.

Sementara itu, pada tahun 2023, pengadaan bandwidth hanya dilakukan dalam satu paket dengan nilai yang lebih besar, yakni Rp4,6 miliar, dengan kode RUP 40522463.

Sementara kenyataan di lapangan menunjukkan hasil yang belum memuaskan. Kualitas layanan WiFi kampus justru menuai keluhan salah satunya dari para mahasiswa. Banyak di antara mereka yang lebih memilih menggunakan kuota pribadi daripada mengandalkan jaringan WiFi kampus yang sering lambat dan tidak stabil.

Ironisnya, anggaran sebesar Rp5,6 miliar pada tahun 2025 diklaim dialokasikan untuk meningkatkan kualitas layanan WiFi kampus. Namun, koneksi internet yang diterima mahasiswa justru sering mengalami gangguan. Sinyal WiFi kerap putus-nyambung, dan buffering saat mengakses materi kuliah menjadi keluhan umum di berbagai fakultas.

Penyedia layanan internet kampus pun hingga kini masih menjadi teka-teki. Setiap tahun, kode pengadaan berubah, namun tidak pernah ada kejelasan mengenai siapa yang menjadi pihak penyedia. Ketidaktransparanan ini semakin menambah keraguan terhadap efektivitas penggunaan dana publik yang begitu besar.

Sementara, seorang mahasiswi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) yang enggan disebutkan namanya, mengungkapkan rasa frustrasinya terhadap kondisi jaringan internet di kampus.

“Setiap hari saya lebih memilih pakai kuota pribadi karena WiFi kampus sering banget lemot, mau login saja ngga bisa,” ujar mahasiswi yang baru mengetahui anggaran fantastis internet di kampus nya.

Mahasiswi tersebut mengaku sudah lama tidak mengandalkan WiFi kampus karena sering mengalami gangguan saat digunakan untuk kegiatan akademik.

“Kalau WiFi nya kayak gini, ya buat apa diandalkan? Lebih enak pakai kuota pribadi yang lebih stabil. WiFi kampus justru bikin pusing,” tambahnya.

Disisi lain, mahasiswa lain pun terkejut dengan angka Rp5,6 miliar, dia merasa belum merasakan dampak dari alokasi dana tersebut terhadap kualitas koneksi yang mereka terima.

“Oh, jadi anggaran WiFi segitu ya? Tapi kenapa masih lemot? Harusnya dengan anggaran sebesar itu, kualitasnya bisa lebih baik,” ujarnya.

Keluhan serupa juga disampaikan oleh seorang mahasiswa yang enggan di sebutkan fakultasnya mengatakan, bahwa WiFi kampus sering kali tidak bisa diandalkan, terutama saat dibutuhkan untuk kegiatan kuliah atau mengunduh materi.

“Saya pernah coba buka materi kuliah, tapi malah nggak kebuka-kebuka. Kadang malah lebih cepat kalau pakai data pribadi,” ujarnya.

Meskipun anggaran Rp5,6 miliar untuk langganan bandwidth pada tahun 2025 telah direncanakan, mahasiswa berharap kualitas WiFi yang mereka terima dapat segera diperbaiki agar lebih mendukung proses belajar mengajar yang semakin bergantung pada koneksi internet yang stabil.

Terpisah, Rektor Universitas Lampung (Unila), Prof. Dr. Ir. Lusmeilia Afriani, D.E.A., I.P.M., ketika dikonfirmasi terkait anggaran Rp5,6 miliar yang dialokasikan pada tahun 2025 pada belanja langganan bandwith, memberikan jawaban singkat. Dalam pesan balasannya, beliau menanyakan balik dari mana bisa mengetahui anggaran belanja langganan bandwith Unila senilai Rp5,6 Miliar.

“Waalikumsalam. Wah, banyak sekali pertanyaannya. Jawaban dari saya. dari mana dapat data Rp5,6 M itu hanya untuk WiFi kampus?,” tanya balik rektor Lusmeilia.

Jawaban tersebut menunjukkan bahwa Rektor Unila enggan memberikan klarifikasi lebih lanjut mengenai rincian anggaran dan kualitas layanan yang diterima mahasiswa. Meskipun anggaran yang dialokasikan untuk langganan bandwidth pada tahun 2025 cukup besar, mahasiswa masih mengeluhkan buruknya koneksi WiFi di kampus.

Sampai berita ini diturunkan, pihak Rektor belum memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai isu ini, apalagi, masih banyak anggaran belanja lainnya dalam kurun waktu tiga tahun kebelakang, untuk dikonfirmasi agar publik mengetahui.

Diketahui, Bandwidth adalah kapasitas maksimum jalur komunikasi internet untuk mengirimkan data dalam satu waktu, biasanya diukur dalam Mbps (Megabit per detik) atau Gbps (Gigabit per detik). Semakin besar bandwidth, semakin banyak data yang bisa dikirim secara bersamaan.

Kondisi di Universitas Lampung (Unila) memiliki jaringan internet kampus (Intranet dan Internet) yang dilayani melalui koneksi WiFi di berbagai titik, seperti di sekretariat, ruang kelas, perpustakaan, gedung fakultas, dan taman. Namun, banyak mahasiswa mengeluhkan jaringan Wi-Fi yang sering lambat atau tidak stabil.

Mengapa WiFi di Unila bisa lemot, karena kapasitas bandwidth terbatas, jumlah mahasiswa aktif di Unila mencapai puluhan ribu. Jika bandwidth yang tersedia tidak cukup besar untuk menampung semua pengguna aktif secara bersamaan, kecepatan internet akan terbagi dan terasa lambat.

Selain itu, penggunaan yang tidak teratur, banyak yang mengakses platform berat seperti YouTube, Zoom, Google Drive, atau mengunduh file besar tanpa manajemen bandwidth. Tanpa sistem pembatasan (bandwidth management), pengguna dengan aktivitas berat akan menyedot kapasitas internet dan mengganggu pengguna lain.

Jumlah Access point (pemancar WiFi) tidak merata di beberapa area kampus mungkin kurang atau tidak optimal penempatannya, sehingga sinyal lemah dan koneksi terganggu.

Kemungkinan, perangkat lama atau gangguan teknis infrastruktur jaringan seperti router, switch, atau access point yang sudah usang atau rusak bisa mempengaruhi performa jaringan.

Selain itu, Waktu Sibuk (Peak Time) saat jam-jam padat, seperti pukul 09.00-15.00 WIB, banyak pengguna mengakses jaringan secara bersamaan. Ini menyebabkan lonjakan trafik dan memperlambat koneksi. (Red)

Related Posts

Load More Posts Loading...No More Posts.